Selasa, 23 Oktober 2012
FATHIMAH; Si Buruh Setrika
Fathimah nama gadis itu. Entah Siti Fathimah, Fathimah Azzahra atau siapa aku tak tahu pasti. Kalem, ramah dan sopan perangainya. Sangat cocok dengan nama yang disandangnya. Terlihat manis dan ayu wajah yang dibalut dengan jilbab kuning gading sore itu. Seorang buruh setrika sebuah keluarga kaya di daerah Kulon Progo DIY. Sekarang dia duduk di kelas XI IPA di salah satu sekolah Negeri di Kecamatan Kalibawang Kulon Progo.
Sore itu aku sedang menunggu sepupuku yang tinggal di rumah keluarga ‘tuan’ si gadis itu. Aku duduk di serambi rumah dekat tempatnya menyetrika. Aku mengganggunya dengan obrolan kami yang seolah-olah sudah kenal cukup lama, padahal baru beberapa menit yang lalu aku menyapanya yang sedang sibuk menyetrika setumpuk pakaian.
Obrolan kami mengalir begitu saja, mulai dari perkenalan sampai yang lainnya. aku menangkap sebuah semangat besar untuk belajar yang ada dalam dirinya. Terlihat ketika dia mulai banyak tanya tentang perguruan tinggi dan sangat antusias mendengarkan jawabanku. Sambil sesekali menyemprotkan pewangi dan menggosok-gosokkan setrikanya dia bertanya dan terus mencari bahan untuk perbincangan kami.
Kuperhatikan dalam-dalam tingkahnya, dia benar-benar menikmati kerjaannya itu.
Dia mulai ‘bekerja’ menjadi buruh setrika sejak kelas X. Ini dilakoninya lantaran kebutuhan ekonomi keluarga yang kurang. Dia anak ketiga dari lima bersaudara. Di tempat pegawai TU di sekolahnya itulah dia mencoba mencari rizki dengan menjadi buruh setrika untuk membantu ekonomi keluarganya. Terkadang bukan hanya menyetrika yang lakukannya di rumah itu, dia juga menyapu halaman rumah yang penuh dengan pohon di sebelah kanan dan kirinya. Hemmfh.. betapa lelahnya dia jika musim kemarau datang dan daun-daun kering berjatuhan.
Dia bukan hanya pandai dalam pelajaran, dia juga aktif dalam kegiatan ekskull. Kalo aku boleh memberi predikat, dia adalah siswa ideal. Ini hanya pandanganku yang aku simpulkan berdasarkan obrolan singkat kami waktu itu. Tidak setiap hari dia datang untuk menyetrika, dia hanya datang setelah sekolah jika tak ada ekskull. Jadi, dapat ilmu dari sekolah, ekstra, tambahan ekonomi dan pengalaman kerja pun ia dapatkan.
Perbincangan kami seputar perguruan tinggi pun tak putus cuma sebentar. Dia selalu punya pertanyaan untuk menghidupkan obrolan kami. Dan aku pun dengan ‘sombong’ dan ‘sok tahu’-ku menjelaskan panjang lebar tentang dunia perkuliahan yang sudah pernah aku lakoni.
“Bayar pinten mbak nek awal masuk?”, dengan bahasa krama inggil dan suara lirih yang hampir tak terdengar olehku karna halusnya. Aku tersenyum dan kemudian menjawab seadanya tanpa melebih-lebihkan. Aku berharap dia tidak berkecil hati untuk tetap memegang semangatnya lanjut ke jenjang perkuliahan jika sudah lulus nanti. Aku terus memberikan motivasi agar semangatnya tak surut hanya karena ekonomi keluarga yang sangat kurang.
Gusti.. betapa sangat kurang bersyukurnya diriku dengan keadaan yang seperti ini, masih beruntungnya keadaanku dari pada gadis itu.
Trimakasih Fathimah, bertemu denganmu saat itu memberiku waktu untuk berfikir dan merenung, meski kau tak pernah sengaja. Memberiku pesan agar tak selalu melihat ke atas dalam hal keduniaan. Semoga kebahagiaan selalu memihakmu. Percayalah Fathimah, semua akan indah pada waktunya. Jerih payahmu saat ini, tak akan sia-sia.
Di Meja kerjaku, Wonosari 23 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
keren ini mbak, menginspirai ya :)
BalasHapusyang bukan siapa2 di mata manusia boleh jadi amat mulia di mata-Nya
mudah-mudahan kita termasuk yang disayangi Alah ya
amin
trimakasih teh euis, tlg masukannya utk tampilan yang lebih enak dbaca..:)
BalasHapusiya.. banyak blajar dari orang yang baru qta kenal, bahkan yang tidak kenal..
semngat menulis :)