Selasa, 21 Mei 2019

Gus Birru-ku

Baru saja aku selesai  membaca Novel best seller karya mb Khilma Anis, Hati Suhita.
Aku bisa merasakan bagaimana posisi Suhita dalam cerita itu.
Gus Birru-ku adalah Mas Damar. Iya, dia. Karakter yg mirip dengan Gus Birru.
Kalau Birru adalah aktivis pergerakan, dia adalah aktivis sosial. Watak kerasnya, dingin dan kakunya sama dengan Gus birru. Penyayang namun penuh keacuhan. Dicintai dan dikagumi banyak orang, dialah Mas Damar, layaknya Gus Birru dalam novel itu.

Aku pernah mengungkapkan pada seorang teman bahwa aku masih saja mencintai Mas Damar. Sampai sekarang.
"kalo kamu masih cinta, perjuangan! Kalian masih bisa rujuk kok, toh kalian masih talak 1", jawabnya.
Aku hanya menggeleng sambil mengingat-ingat sesuatu yg tidak pernah aku ceritakan kepada siapapun di awal pernikahan kami yang mendadak itu. Termasuk kepada teman yg menasihatiku tadi. Sampai sekarang, hanya aku dan Mas Damar yg tau.

***
Jujur itu sulit, tapi lebih sulit lagi bagi orang yg menerima kejujuran kita. 

Begitu Mas Damar mengawalinya.
Aku ingat, sangat ingat malam itu. Malam setelah aqad nikah kami berlangsung.
Dia bercerita padaku tentang kisah cintanya pada seorang wanita yg sampai saat--dia menceritakan--itu, masih berhubungan. Dia bercerita dengan haru bahwa cinta mereka tidak pernah tertulis atau diungkap dengan kata-kata. Cinta mereka karna kecocokan hati. Dia juga bercerita tentang rencana-rencana masa depan mereka berdua. Aku terus menyimaknya sambil merasi hatiku yg remuk. Dan semua khayalannya hancur karena ada aku.

Jika Gus Birru tidak secara langsung jujur pada Suhita tentang hubungannya dengan Rengganis, Mas Damar justru jujur padaku tentang seseorang yg di kotak HPnya ternama Huurun'in itu. Aku salut, aku berterimakasih karena dia sudah jujur. Dia bercerita kisah cintanya dengan orang lain kepada istrinya. 

Semua butuh waktu, semua butuh proses. Dan aku sadari, aku harus memberinya waktu untuk melepaskan semua tentang huurun'in.  Dia punya niat baik, aku tau. Mungkin bagi mereka, aku yg datang dan merusak impian mereka. Padahal aku lebih dulu datang, namun tersimpan.

Tak jarang dia menggodaku dengan menunjukkan foto huurun'in yg ayu itu, tapi aku tau dia bercanda. Dia tau aku cemburu, dia tau cintaku padanya begitu dalam, sejak dulu. Aku pura-pura tegar, aku pura-pura tidur untuk menyembunyikan mataku yg mulai berair.

Dia sangat menjaga perasaanku. Misalnya saja, ketika sedang kupijit di kamar, kami sedang bercanda, tiba-tiba ada suara sms masuk, dia lihat sebentar. Dengan nama pengirim huurun'in, lalu dia letakkan kembali HP. Karna tau aku dibelakangnya. Dia tidak ingin aku sakit hati.

Kalau Suhita punya kelebihan dalam qur'an nya dibanding Rengganis, justru dia, huurun'in yg memilikinya, bukan aku.

Dia dingin seperti Gus Birru. Jika Gus Birru dingin dan tidak mau menyentuh Suhita, justru dia mau menyentuhku tapi hatinya blm sepenuhnya kumiliki.

Dalam perjuangannya, dalam kesabarannya, akhirnya Suhita bisa menaklukkan hati Gus Birru. Bukan suatu kemustahilan, meskipun sedikit terlambat bagi Gus Birru untuk bisa mencintai Suhita. Tapi akhirnya mereka bersatu tanpa gangguan masa lalu.
Akankah aku bisa sabar seperti Suhita dalam memperjuangkan cintanya pada Gus Birru, mungkinkah aku setegar dia dalam menahan rindu padanya yg lama2 menjadi sakit ini. Apakah dia sudah menjadi masa laluku? Mungkinkah dia menjadi masa depanku (lagi)?? 

Gus Birruku, Mas Damar.