"aku mau belajar menulis, karna ku tau kau seorang penulis!"
apa benar karna ini?
Tak tau karena apa dan siapa. Dulu aku tak begitu suka ketika diberi tugas menulis atau mengarang oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sudah lama aku belajar untuk bisa menulis, tapi entah apa yang aku tulis beberapa waktu yang lalu. Tiba-tiba aku jadi seolah seorang pujangga yang menciptakan kata-kata indah dan romantic.. karena siapa aku bisa ciptakan itu? Karena siapa?
Tapi aku masih egois, aku hanya bisa menulis sesuatu untuk diriku sendiri, untuk orang lain, aq belum bisa. Aku menulis hanya untuk ungkapan hatiku. Ketika aku merasa resah atau senang, sakit atau behagia, nah!! Saat itulah naluriku berubah menjadi naluri seorang pujangga.
Inginku ini tiba-tiba saja timbul. Apa mungkin karena dia seorang penulis??? Apa mungkin itu alasan yang tepat untuk ku?
Aku mengagumi seseorang dari dan karena tulisannya. Mungkin mulai dari itu, aku selalu berusaha untuk bisa menulis seperti seseorang itu. Entah ada angin apa tiba-tiba aku tersihir untuk punya keinginan bisa menulis. Tapi sudah kubuktikan, ketika hati sedang galau dan kita tidak memiliki tempat beradu yang kita percaya, maka tulisanlah solusinya. Apalagi untuk tipe orang introfet seperti aku ini.
Tetap saja tulisanku tak ada maknanya di mata orang lain, karena hanya aku yang bisa memaknainya. Sekali lagi, aku belum bisa menulis untuk kebaikan orang lain, masih untuk kubaca dan kumaknai sendiri.
Terkadang aku tersiksa dengan rasa iri dan minder ketika seseorang yang saat ini ada di hatiku adalah seorang yang sangat gemar menulis, tulisan-tulisannya indah dan bermakna. Dia selalu menciptakan dan merangkai kata-kata ungkapan hatinya. Tapi tak tau, tak pernah ada yang dia persembahkan untukku. Padahal hampir semua tulisanku di sini karena dia. Mungkin rangkaian kataku terlalu jelek dan tak bisa difahaminya sehingga dia tak merasa. Atau memang tidak dirasa??
Aku ingin mengimbanginya, aku mulai suka menulis, entah apapun itu. Tapi tak pernah bisa indah seperti dia. Selalu kupaksakan diriku untuk belajar, tapi ternyata menulis bukan kerjaan yang harus dipaksa. Menulis perlu keikhlasan dan kelapangan hati, itu yang aku fahami. Aku ingin belajar lagi, bukan untuk menyeimbanginya, untuk diriku.
Perbedaan tak untuk diseragamkan bukan?? Tapi diselaraskan. Seharusnya aku tak perlu memaksakan diri untuk menjadi seperti yang dia suka. Aku hanya perlu menyelaraskan apa yang aku bisa dengannya.
(Kota berhati nyaman, 14-15 November 2011)
Jadi diri sendiri itu lebih nyaman.